Laman

27/10/11

APAKAH SETIAP ALKOHOL NAJIS

Penetapan yang menyebutkan khamr najis berdasarkan surat al-Maidah ayat 90-91 :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنْصَابُ وَالأزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٩٠)

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”. (Al-Maidah – 90)

Ayat di atas menjelaskan bahwa khomr adalah rijsun karena termasuk dari perbuatan syetan. Apa arti rijsun di sini ? Para ulama berbeda pendapat :

Pendapat Pertama : Makna rijsun di sini adalah najis hisiyah, maksudnya bahwa khomr adalah barang najis secara lahir, kalau tersentuh tangan, maka tangan tersebut harus dicuci, seperti kencing atau kotoran manusia. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Dalil mereka adalah ayat di atas.

Pendapat Kedua : Bahwa rijsun dalam ayat di atas adalah najis maknawi, yaitu orang yang memegangnya tidak diharuskan untuk bersuci. Inilah pendapat Robi’ah, Al Laits, Al Muzani, Asy Syaukani, Ash Shon’ani, Ahmad Syakir, Syekh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dan Syekh Al Albani.

Dalil mereka sebagai berikut :

Pertama : Ayat 90 dari surat al Maidah di atas menjelaskan empat perkara yaitu : khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, bahwa semuanya najis. Telah diketahui bahwa tiga hal selain khomr adalah suci secara lahir, tetapi najis secara maknawi atau najis amali, karena termasuk amalan dan perbuatan syetan. Oleh karena itu khomr juga dikatakan najasi maknawi, dan bukan najis secara lahir, karena keempat hal tersebut disebutkan bersamaan dalam satu ayat.

Hal ini dikuatkan dengan firman Allah swt :

فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ

“ Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang rijsun ( najis ) itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta” ( Qs Al Haj : 20 )

Yang dimaksud dengan kenajisan berhala pada ayat di atas dalah najis maknawi.

Kedua : Hadits dari Anas bin Malik ra, bahwasanya ia berkata :

كُنْتُ سَاقِيَ الْقَوْمِ فِي مَنْزِلِ أَبِي طَلْحَةَ وَكَانَ خَمْرُهُمْ يَوْمَئِذٍ الْفَضِيخَ فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنَادِيًا يُنَادِي أَلَا إِنَّ الْخَمْرَ قَدْ حُرِّمَتْ قَالَ فَقَالَ لِي أَبُو طَلْحَةَ اخْرُجْ فَأَهْرِقْهَا فَخَرَجْتُ فَهَرَقْتُهَا فَجَرَتْ فِي سِكَكِ الْمَدِينَةِ

"Aku pernah menjamu suatu kaum dengan minuman di rumah Abu Tholhah. Saat itu khamar mereka adalah Al Fadhikh (arak terbuat dari buah kurma). Kemudian Rasulullah saw memerintahkan seorang penyeru untuk menyerukan bahwa khamar telah diharamkan". Anas berkata: "Maka Abu Tholhah berkata, kepadaku: "Keluar dan tumpahkanlah". Maka aku keluar lalu aku tumpahkan. Maka khamar mengalir di jalan-jalan kota Madinah. ( HR. Bukhari dan Muslim )

Hadist di atas menunjukkan bahwa khomr tidak najis secara hisiyah, tetapi najis secara maknawi, karena dua alasan :

Pertama, bahwa hadist di atas menjelaskan bahwa khomr ditumpahkan di jalan-jalan kota Madinah. Kalau seandainya khomr tersebut najis hisiyah, tentunya Rasulullah saw akan memerintahkan para sahabatnya untuk membersihkannya, karena jalan-jalan tersebut akan dilewati orang banyak. Tetapi beliau membiarkan saja. Hal ini menunjukkan bahwa khomr tidaklah najis secara lahiri, tetapi najis secara maknawi.

Kedua, setelah turunnya ayat khomr, Rasolullah saw hanya memerintahkan untuk membuang khomr, tetapi tidak memerintahkan untuk menyuci botol-botol, atau kendi-kendi, atau gelas-gelas yang pernah diisi khomr, tetpai beliau membiarkan saja. Hal ini menunjukkan bahwa khomr tidak najis secra lahir tetapi najsi secara maknawi.

Ketiga : Hadist Ibnu Abbas, ra bahwasanya beliau berkata :

إِنَّ رَجُلًا أَهْدَى لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَاوِيَةَ خَمْرٍ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ عَلِمْتَ أَنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَهَا قَالَ لَا فَسَارَّ إِنْسَانًا فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَ سَارَرْتَهُ فَقَالَ أَمَرْتُهُ بِبَيْعِهَا فَقَالَ إِنَّ الَّذِي حَرَّمَ شُرْبَهَا حَرَّمَ بَيْعَهَا قَالَ فَفَتَحَ الْمَزَادَةَ حَتَّى ذَهَبَ مَا فِيهَا

"Suatu ketika seorang laki-laki menghadiahkan sekantong khamer kepada Rasulullah saw , beliau pun bersabda kepadanya: "Belum tahukah kamu bahwa Rasulullah saw telah mengharamkannya?" Laki-laki itu menjawab, "Belum." Kemudian dia berbisik kepada orang yang ada di sampingnya, maka Rasulullah saw bersabda kepadanya: "Apa yang kamu bisikkan kepadanya?" dia menjawab, "Saya memerintahkan supaya menjualnya." Beliau bersabda: "Sesungguhnya Dzat yang mengharamkan untuk meminumnya juga mengharamkan untuk menjualnya.” Kemudian laki-laki tersebut membuka kantung khamer dan menumpahkan isinya semua" ( HR Muslim )

Hadist di atas menunjukkan bahwa khomr adalah najis maknawi, bukan najis secara lahir, karena Rasulullah saw tidak memerintahkan orangtersebut untuk menyuci kantong yang tadinya berisi khomr.

Keempat : Pada dasarnya segala sesuatu itu adalah suci, sampai ada dalil yang menyatakan kenajisannya. Karena tidak ada dalil yang menyatakan kenajisannya, maka hukumnya kembali kepada asal, yaitu suci. Maka khomr itu suci secara lahir, walaupun secara maknawi adalah kotor dan haram untuk dikomsumsi karena perbuatan syetan.

Dan tidak setiap yang haram pasti najis, tetapi setiap yang najis pasti diharamkan, seperti racun haram untuk dikonsumsi tetapi tidak najis, begitu juga mas dan kain sutra diharamkan bagi laki-laki untuk memakainya, tetapi keduanya tidaklah najis, tetapi tetap suci.

Begitu juga kita diharamkan untuk menikahi ibu-ibu kita, sebagaimana firman Allah swt :

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ

Diharamkan atas kamu ibu-ibumu .” (QS. An Nisa’: 23),

Walaupun kita haram menikahi ibu kita, bukan berarti badan ibu itu najis, tetapi ibu itu tetap suci secara lahir.

Begitu juga ketika kita bersalaman dengan orang kafir atau orang musyrik, tangan kita tidaklah najis, karena kenajisan orang musyrik adalah kenajisan maknawi. Allah Ta’ala berfirman :

إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ

Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis.” (QS. At Taubah: 28)

Kesimpulannya :

Kesimpulannya bahwa khomr menurut pendapat yang benar bukanlah barang najis secara lahir, tetapi najis maknawi, karena termasuk perbuatan syetan. Kalau kita sudah mengetahui bahwa kenajisan khomr hanya bersifat maknawi, maka bisa kita simpulkan bahwa arak-pun hukumnya tidak najis, tetapi tetap haram untuk diminum. Pertanyaannya adalah : apakah boleh mengoles tubuh dengan arak ?

Perlu kita ketahui bahwa mengoles tubuh dengan arak dalam keadaan sakit, merupakan salah satu bentuk pengobatan. Para ulama sendiri berbeda pendapat dalam menghukumi boleh tidaknya kita berobat dengan sesuatu yang haram. Lepas dari perbedaan pendapat para ulama tersebut, dan agar kita menjadi tenang di dalam beribadah, maka sedapat mungkin kita hindari pengobatan dengan mengoleskan tubuh dengan arak.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Alhamdulillah..semoga Allah SWT memberkahi and selalu.saya jadi yakin bahwa memakai parfum itu tidak najis dan dihalalkan untuk di pakai sholat. Tetapi sya pernah membaca sebuah hadits yang artinya kurang lebih begini"Jika seorang wanita menyemprotkan parfumnya kemudian dia pergi keluar rumah (khalayak) ramai maka dia seperti ini (Pelacur)".jadi maksudnya memakai parfum kalau untuk suami boleh tetapi lain cerita jika untuk di pamerkan ke orang lain.apaka benar begitu ustad?trmkasih.

Anas Hikmat mengatakan...

أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ

“Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih)

tepat sekali.