Laman

29/10/11

HUKUM MENGAMBIL UPAH BEKAM

عَن حُمَيْدٍ قَالَ : سُئِلَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ عَنْ كَسْبِ الْحَجَّامِ ؟ ، فَقَالَ : احْتَجَمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، حَجَمَهُ أَبُو طَيْبَةَ ، فَأَمَرَ لَهُ بِصَاعَيْنِ مِنْ طَعَامٍ .

Dari Humaid ia berkata : Anas Bin Malik pernah ditanyai mengenai mengambil upah bekam ? ia menjawab : “ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam. Yang membekamnya adalah Abu Thaibah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan dua sha’ gandum kepadanya.” (Hr. Muslim (10/242), Tirmidzi (1278) Syamail (361), Thahawi (syarh Ma’ani)(4/131), Ibnu Jauzi (Tahqiq)(1587), Bukhori (10/4) (Sanad)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : حَجَمَ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَبْدٌ لِبَنِي بَيَاضَةَ ، فَأَعْطَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْرَهُ ، وَكَلَّمَ سَيِّدَهُ ، فَخَفَّفَ عَنْهُ مِنْ ضَرِيبَتِهِ ، وَلَوْ كَانَ سُحْتًا لَمْ يُعْطِهِ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .


dari Ibnu Abbas ia berkata : Nabi SAW dibekam oleh seorang budak dari Bani Bayadloh, mK beliau memberikan upahnya, dan beliau mengatakan kepada tuannya untuk meringankan dari bebannya, dan jika itu buruk tentu Nabi SAW tidak akan memberikannya. (Ahmad (1/365),Muslim (10/242), Abu Aunah (3/358/5298), At-Thabari (Al-Kabir)(12/96/12589), Al-Baihaqi (Al-Kubro)(9/338)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ : أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَمَ ، وَأَعْطَى الْحَجَّامَ أَجْرَهُ ، وَلَوْ كَانَ حَرَامًا مَا أَعْطَاهُ .

Dari Ibnu Abbas : Sesungguhnya Rasulullah SAW berbekam, dan beliau memberikan upahnya, kalaulah hal itu haram, tentu ia tidak akan memberikannya. (HR. Ahmad (1/351), Bukhori (2/11. Sanadi), Abu Dawud (3423), Baihaqi (Al-Kubro)(9/338)

عَنِ ابْنِ مُحَيِّصَةَ عَنْ أَبِيهِ : أَنَّهُ اسْتَأْذَنَ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي إِجَارَةِ الْحَجَّامِ ، فَنَهَاهُ عَنْهَا ، فَلَمْ يَزَلْ يَسْأَلُهُ وَيَسْتَأْذِنُهُ ، حَتَّى قَالَ : (( اعْلِفْهُ نَاضِحَكَ ، وَأَطْعِمْهُ رَقِيقَكَ ))

Dari Ibnu Muhayyishoh dari Ayahnya : bahwasannya ia meminta ijin kepada Nabi SAW dalam mengambil upah bekam, maka beliau melarang darinya, maka ia terus-terusan menanyakannya dan beliau pun mengijinkannya, sehingga beliau berkata : (gunakanlah untuk memberi makan binatang peliharaanmu atau budakmu). (hadis riwayat Ahmad no 22578)

عن رَافِعُ بْنُ خَدِيجٍ عَنْ رَسُولِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : (( ثَمَنُ الْكَلْبِ خَبِيثٌ ، وَمَهْرُ الْبَغِيِّ خَبِيثٌ ، وَكَسْبُ الْحَجَّامِ خَبِيثٌ ))

Dari Rafi’ Ibn khadij dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Hasil penjualan anjing itu kotor. Hasil melacur itu juga kotor. Pendapatan tukang bekam itu kotor.” (Hr. Muslim, no. 4095)

Dalam hal menerima upah, disini ada 3 permasalahan :

1. Halal upah bekam secara umum

2. Halal upah bekam untuk member makanan ternak dan budak

3. Menerima upah bekam itu kotor.


Mayoritas ulama, yaitu Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan salah satu pendapat para ulama Hanabilah, berpendapat bolehnya menjadikan bekam sebagai profesi dan mendapatkan upah dari membekam.

عَنِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ :احْتَجَمَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَعْطَى الْحَجَّامَ أَجْرَهُ وَلَوْ عَلِمَ كَرَاهِيَةً لَمْ يُعْطِه

Dari Ibnu Abbas, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam dan memberikan upah kepada tukang bekam. Seandainya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui bahwa hal tersebut terlarang, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan memberi upah kepadanya.” (Hr. Bukhari, no. 2159)

عَنِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ احْتَجَمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَعْطَى الْحَجَّامَ أَجْرَهُ وَلَوْ عَلِمَهُ خَبِيثًا لَمْ يُعْطِهِ

Dari Ibnu Abbas, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah dibekam dan beliau memberi upah kepada tukang bekam. Seandainya beliau mengetahui bahwa upah bekam itu khabits/kotor, tentu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan memberikannya.” (Hr. Abu Daud, no. 3423; Dinilai shahih oleh al-Albani)


عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ أَجْرِ الْحَجَّامِ فَقَالَ احْتَجَمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَجَمَهُ أَبُو طَيْبَةَ ، وَأَعْطَاهُ صَاعَيْنِ مِنْ طَعَامٍ

Dari Anas, beliau ditanya tentang hukum mendapatkan upah dari membekam. Beliau menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam. Yang membekamnya adalah Abu Thaibah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan dua sha’ gandum kepadanya.” (Hr. Bukhari no. 5371, dan Muslim no. 62)

Seandainya mengupah tukang bekam itu haram, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan melakukannya, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan mengizinkan seorang pun untuk makan dari upah jasa membekam.

Selain itu, bekam adalah jasa yang bersifat mubah (diperbolehkan –ed), maka boleh meminta upah dengannya, sebagaimana jasa tukang bangunan dan penjahit. Juga, banyak orang yang membutuhkan bekam, dan tidak semua orang yang pandai membekam mau membekam dengan cuma-cuma. Oleh karena itu, boleh meminta upah dengannya sebagaimana upah menyusui anak orang lain.

Akan tetapi, banyak di antara ulama yang memperbolehkan bekam sebagai sebuah profesi, yang berpendapat bahwa bekam adalah sebuah pekerjaan yang hina karena harus akrab dengan najis --yaitu darah-- sebagaimana tukang sapu. Dengan pertimbangan ini, maka berprofesi sebagai tukang bekam dimakruhkan.

Al-Qurthubi mengatakan, “Yang benar adalah bahwa penghasilan tukang bekam itu termasuk pendapatan yang baik. Siapa saja yang mengambil harta yang baik maka kehormatannya tidaklah gugur dan martabatnya tidaklah turun.”

Setelah menyebutkan hadits bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berbekam, Ibnu Abdil Barr mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa penghasilan tukang bekam itu adalah sesuatu yang baik, karena tidak mungkin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi upah sebagai kompensasi untuk sesuatu yang batil.”

Adapun sebagian Hanabilah (pengikut Mazhab Hambali) dan juga Qadhi Abu Ya’la menyatakan bahwa Imam Ahmad mengatakan upah tukang bekam itu tidak diperbolehkan. Andai orang yang membekam mendapatkan sesuatu sesudah membekam tanpa ada perjanjian terlebih dahulu, maka boleh diambil, namun dimanfaatkan untuk makanan ternak atau biaya membekam, dan pemberian itu tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi tukang bekam tersebut.


Dalam hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa hasil yang didapat oleh tukang bekam itu kotor. Bahkan, upah tukang bekam itu, disejajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan upah seorang pelacur.


عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ثَمَنُ الْكَلْبِ خَبِيثٌ وَمَهْرُ الْبَغِيِّ خَبِيثٌ وَكَسْبُ الْحَجَّامِ خَبِيثٌ

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya, upah pelacur, hasil penjualan anjing, serta pendapatan tukang bekam itu suht (haram).” (Hr. Ibnu Hibban, no. 4941; Syekh Syu’aib al-Arnauth mengatakan, “Sanadnya shahih sebagaimana kriteria Muslim.”)


Pendapat
Penulis

Kalimat (الخبيث ) Khabits memiliki beberapa arti (kalimah musytarakah) diantaranya : buruk, jelek, jahat, keji, busuk, sampah, kotoran, sesuatu yang tidak berguna, yang menyakitkan, berbahaya, merugikan, yang najis, segala sesuatu yang haram, segala sesuatu yang rusak, bahkan untuk menyebutkan setan laki-laki dan setan perempuan juga menggunakan kalimat ini.[1]

Dari pengertian tersebut bisa difahami bahwa untuk mengartikan hadits di atas tidak bisa menyamaratakan seluruh kalimat khabits dengan pengertian haram.

1. Hasil penjualan anjing disebut khabits mengandung pengertian usaha penjualan anjing merupakan jenis usaha yang buruk/jelek. Karena anjing adalah hewan yang najis, tidak boleh memeliharanya kecuali untuk berburu, binatang yang bisa menghalangi Malakikat rahmat untuk turun ke suatu rumah yang disana terdapat anjing. Menjual belikan anjing bisa memberikan peluang orang lain terkena najis, atau dijauhi malaikat rahmat.

2. Upah pelacur disebut Khabits mengandung pengertian haram, karena mengupayakan hasil dari sesuatu yang haram itu haram. Zina merupakan perbuatan yang haram dan semua usaha yang dihasilkan dari zina itu hukumnya haram

3. Adapun khabits pada profesi pembekam memiliki pengertian yang lain dengan beberapa alasan :

a. Bekam merupakan upaya rawatan terhadap si sakit yang bersifat menolong

b. Bekam merupakan pengobatan yang paling direkomendasikan oleh Nabi

c. Tidak semua orang mampu melakukan bekam, perlu orang-orang yang serius dan profesional menekuni bidang ini.

Penulis memahami dari hadits di atas adalah bahwa Rasulullah menyebut upah profesi pembekam adalah khabits mengandung pengertian bahwa bekam merupakan layanan kesehatan ummat sehingga tidak pantas profesi ini sebagai bisnis murni / business oriented tanpa mengedepankan sisi sosial untuk membantu dan menolong orang lain. Karena kesehatan merupakan kebutuhan dasar semua manusia sehingga pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat tidak boleh dimonopoli oleh beberapa orang pebisnis yang hendak mengambil keuntungan dari pasien, tidak benar jika mengatakan “Jika banyak orang sakit, dokter senang dan banyak mendapatkan uang” itu tidak benar, bagaimanapun profesionalitas itu memerlukan fasilitas, dan hal ini bisa terjadi jika ada regulasi yang tepat dan manajemen sehingga keberlangsungan tempat-tempat rawatan bisa berjalan dengan baik.

Juga bekam sangat erat kaitannya dengan darah, dalam hal ini darah merupakan hal yang khabits artinya memiliki potensi membahayakan jika tidak dikelola dengan baik. Sehingg mutlak pengelolaannya diperlukan orang-orang yang mengerti kesehatan bagaimana cara proses sterilisasi alat, pengeloalaan limbah.



[1] Kamus al-Munawwir

1 komentar:

Rizal mengatakan...

bermanfaat sekali ilmunya ustadz